Rabu, 18 November 2009

Fotorespirasi


Tanaman golongan C4 mempunyai sifat produktivitas yang jauh lebih tinggi daripada tanaman golongan C3. Produktivitas ialah banyaknya bahan kering yang dihasilkan per satuan luas lahan per satuan waktu tertentu. Hal ini banyak faktor penyebabnya antara lain karena oksidasi fotorespirasi dari tanaman golongan C4 jauh lebih rendah dibanding C3, sehingga hasil bersih fotosintesisnya (net photosyntheticc yield) pun jauh lebih tinggi. Hasil bersih fotosintesis merupakan selisih dari hasil (kotor) fotosintesis dengan yang digunakan untuk respirasi.
Perbedaan antara fotorespirasi dan respirasi gelap terletak pada tanggapannya terhadap O2. Dalam hal ini, respirasi gelap telah mencapai kejenuhan pada kadar O2 sebesar 2%. Sedangkan fotorespirasi kecepatannya akan terus meningkat sesuai dengan meningkatnya kadar O2 sampai mencapai kadar O2 atmosfir.
Indeks yang digunakan sebagai ukuran terhadap besarnya fotorespirasi adalah titik kompensasi CO2 (CO2 compensation point). Titik kompensasi CO2 adalah kadar CO2 atmosfir disekitar tanaman sedemikian, sehingga kecepatan fotosintesis sama dengan kecepatan fotorespirasi. Jika keadaan ini telah tercapai, maka hasil bersih fotosintesis sama dengan nol.
Fotosintesis dapat menjadi lebih rendah daripada fotorespirasi. Jika keadaan demikian telah tercapai, maka tanaman akan mulai menggunakan cadangan asimilat yang apabila telah habis akan menimbulkan akibat minimal yaitu pertumbuhan kerdil dan akhirnya tanaman mati.
Pada kebanyakan tanaman, titik kompensasi CO2 akan tercapai apabila kadar CO2 atmosfir di sekitar tanaman menurun sampai 1-150 ppm, tergantung jenis tanamannya. Sebagai catatan dapat dikemukakan bahwa kadar CO2 atmosfir rata-rata = 0,05% atau + 300 ppm, sedang kadar O2nya = 21%. Oleh karena fotorespirasinya sangat rendah, titik kompensasi CO2 pada tanaman-tanaman golongan C4 pada umumnya dapat dicapai pada kadar CO2 yang jauh lebih rendah daripada tanaman-tanaman golongan C3. Pada tanaman golongan C4 titik kompensasi CO2 = 10 ppm, sedangkan C3 antara 50-150 ppm.
Titik kompensasi CO2 pada tanaman golongan C3 (kedelai, tembakau, kapas, dll) lebih tinggi daripada tanaman golongan C4. Akibatnya, kapasitas hasil bersih fotosintesisnya jauh lebih rendah.
Pengaruh intensitas cahaya yang diterima terhadap hasil bersih fotosintesis, diantara kedua golongan tanama juga terdapat perbedaan.
Tanaman golongan C3 mempunyai kapasitas fotosintesis yang lebih rendah, karena telah mencapai laju maksimum fotosintesis bersih yang lebih rendah daripada tanaman golongan C4. Sebagai gambaran dapat dicatat bahwa intensitas sinar matahari pada tengah hari yang cerah dapat mencapai kira-kira 12.000 fc.
C3 paling tinggi di bawah 3.000 fc, sedangkan C4 paling tinggi sampai mencapai 5.000 fc jadi dalam hal ini lebih tanggap. Tanaman-tanaman yang mempunyai kapasitas fotosintesis yang lebih tinggi (golongan C4) hasil bersih fotosintesisnya akan terus meningkat sampai intesitas cahaya yang cukup tinggi. Laju fotosintesis C3 dan C4 akan sama apabila intensitas cahaya dalam keadaan rendah, misalnya pada cuaca berawan. Oleh karena itu, kalau mendapatkan intensitas cahaya rendah, tanaman-tanaman dari golongan C4 pun rendah hasilnya.
Tanaman golongan C4 dapat tumbuh lebih baik dariipada tanaman golongan C3 dalam keadaan lingkungan yang kurang baik. Hal ini dapat kita lihat bahwa di daerah kering umumnya tanaman-tanaman dari golongan C4 dapat hidup lebih baik dibanding dengan tanaman C3.
Pengaruh O2 terhadap hasil bersih fotosintesis (net photosynthetic yield), disebut Warburg Effect (Warburg adalah nama seorang ahli biokimia Jerman) bahwa rendahnya fotosintesis bersih pada tanaman-tanaman golongan C3 tidak lain merupakan peristiwa kompetisi antara O2 dan CO2 terhadap bekerjanya enzim fotosintesis karboksilase yang sangat penting yaitu ribulosa bifosfat karboksilase (RuBP karboksilase = Rubisco). Enzim tersebut sebenarnya bukan hanya merupakan enzim karboksilase saja tetapi juga mengkatalisis reaksi oksidasi dari Ribulosa bifosfat (RuBP) menjadi senyawa PGA (asam fosfogliserat) dan asam fosfoglikolat, jadi :
1. RuBP (pada C3) dapat mengalami reaksi karboksilasi menjadi PGA.
2. RuBP dapat dioksidasi dan kemudian akan pecah menjadi asam fosfogliserat dan asam fosfoglikolat.
3. Pada proses kedua, reaksinya terutama dikatalisis oleh RuBP oksigenasi. Jika asam fosfoglikolat kemudian mengalami reaksi difosforilasi (melepaskan fosfatnya), maka akan terbentuk asam glikolat (glycolic acid) dan asam fosfat (phosphate acid). Pada kedua reaksi ini, kompetisi O2 dan CO2 sangatlah menentukan (karbokslasi-oksidasi).
4. Asam glikolat dibentuk dalam jumlah yang secara nisbah lebih banyak pada daun-daun tanaman golongan C3 pada waktu terdapat cahaya (fotorespirasinya tingggi). Pada tanaman C4, yang fotorespirasinya rendah, jika terdapat cahayapun pembentukan asam glikolat sangatlah rendah, ini berarti bahwa RuBP lebih banyak menangkap CO2. Asam glikolat hanya akan terbentuk dalam daun-daun yang hijau jika mendapatkan cahaya, sedang dalam keadaan gelap tidak terjadi.
5. Pada tanaman-tanaman golongan C3, dengan bertambahnya kadar O2 atmosfir, menambah pula RuBP yang dioksidasi menjadi asam glikolat. Ini berarti CO2 yang ditangkap (oleh RuBP) semakin sedikit jika kadar O2 lebih dari 2%. Sehingga pembentukan asam glikolatnya semakin cepat pula. Akibatnya, pada tanaman-tanaman golongan C3 terjadi akumulasi asam glikolat.


Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Fotosintesa

Cahaya matahari, CO2, dan suhu merupakan faktor lingkungan yang secara langsung mempengaruhi fotosintesa disamping air dan ketersediaan hara mineral.
Cahaya Matahari
Pada kondisi gelap (tidak ada cahaya) fotosintesis tidak berlangsung, tetapi respirasi terus berlangsung. Peningkatan intensitas cahaya secara berangsur-angsur, diikuti dengan peningkatan fotosintesis sampai pada batas terjadinya tingkat kompensasi cahaya (lihat Gambar 40). Kompensasi cahaya adalah kondisi penyinaran di mana jumlah CO2 yang digunakan pada proses fotosintesis sama dengan jumlah CO2 yang dikeluarkan pada proses respirasi (Bidwell, 1979).
Apabila intensitas cahaya terus meningkat, laju fotosintesis tidak lagi meningkat tetapi mulai mendatar. Pada kondisi yang demikian disebut kondisi jenuh cahaya (Gardner, Pearce, dan Mitchell, 1985).
Setiap jenis tumbuhan berbeda responsnya terhadap tingkat intensitas cahaya. Pada tanaman C4 (seperti jagung, tebu, dan sorgum) hampir tidak memperlihatkan tingkat kejenuhan cahaya, semakin tinggi intensitas cahaya fotosintesis terus meningkat sepanjang faktor lain seperti CO2, air, dan hara tidak menjadi faktor pembatas. Pada tanaman C3 seperti kedelai dan kapas, telah mencapai kejenuhan setelah cahaya jenuh, intensitas cahaya jenuh pada kondisi cerah (tidak berawan) di daerah tropis mencapai sekitar 12.000-15.0000 fc dan optimum fotosintesis tanaman C3 sekitar 2.000 – 6.000 fc.
Karbondioksida
CO2 merupakan komponen gas di udara yang hanya mencapai 0.033-0.034 (330-340 ppm) udara kering atmosfer. Konsentrasi CO2 yang lebih rendah dari konsentrasi CO2 normal di atmosfer dapat menjadi faktor pembatas fotosintesis. Pengaruh konsentrasi CO2 di atmosfer terhadap kecepatan fotosintesis.
Pada intensitas cahaya 2.000 fc, meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer (kurva di atas) baik tanaman jagung (C4) maupun tanaman kedelai (C3). Pada intensitas cahaya rendah (200 fc) laju fotosintesis menurun dimana faktor pembatasnya adalah cahaya matahari. Pada konsentrasi CO2 rendah laju fotosintesis menurun sampai tercapainya titik kompensasi CO2. Titik kompensasi CO2 adalah kadar CO2 atmosfer di sekitar tanaman sedemikian sehingga kecepatan (laju) fotosintesis sama dengan kecepatan fotorespirasi, sehingga hasil bersih fotosintesis = 0. Pada tanaman C3 telah mencapai titik kompensasi CO2 sekitar 50 ppm (kedelai) sedang tanaman C4 (jagung) tidak memiliki titik kompensasi CO2.
Suhu (Temperatur)
Pada intensitas cahaya lebih rendah dari 0.3 kal cm-2 menit-1, laju fotosintesis meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya, baik pada suhu 20oC maupun pada suhu 30oC. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terlihat peranan suhu (kurva bawah). Peningkatan konsentrasi CO2 sebesar 0,15% laju fotosintesis meningkat, akan tetapi tidak mengalami peningkatan yang berarti setiap kenaikan intensitas cahaya pada suhu 20oC. Pada kurva bawah dan tengah, suhu tidak memperlihatkan pengaruh terhadap laju fotosintesis sampai pada kadar CO2 sekitar 45%. Suhu memperlihatkan pengaruh yang berarti terhadap laju fotosintesis pada temperatur 30oC. Laju fotosintesis akan meningkat seirama dengan peningkatan intensitas cahaya pada temperatur 30oC dengan konsentrasi CO2 di atas 15%.
Air, Keadaan Hara dan Umur Daun
Jumlah air yang dimanfaatkan tanaman sebagai substrat fotosintesis hanya sekitar 0,1% dari total air yang dimanfaatkan oleh tanaman dan 99% kembali dilepaskan melalui proses transpirasi. Akan tetapi kekurangan air pada tanaman akan mengurangi laju fotosintesis karena penurunan kadar air dalam tanaman akan mengakibatkan penurunan tekanan turgor (turgiditas) sel penutup (guard cell) yang mengakibatkan stomata tertutup. Penutupan stomata akan mengurangi pengambilan CO2 dari udara dan selanjutnya akan menurunkan aktivitas fotosintesis.
Keadaan hara dan umur daun mempunyai keterkaitan yang erat dalam mempengaruhi fotosintesis. Pada kondisi hara yang cukup, baik daun tua, maupun daun muda kaan tetap terpenuhi kebutuhan haranya sehingga aktivitas fotosintesis tetap dapat berjalan secara normal sepanjang faktor lain tidak menjadi pembatas.
Kandungan hara yang rendah terutama akan mempengaruhi kandungan khlorofil dan kondisi daun. Tanaman yang mengalami kekurangan Fe, kemungkinan akan terjadi pembentukan khlorofil daun rendah karena Fe merupakan penyusun porfirin (Fe-Porfirin) yang merupakan prekusor khlorofil. Demikian pula kekurangan Mg, pembentukan khlorofil daun menrun karena Mg merupakan inti khlorofil di samping sebagai kofaktor enzim dalam berbagai reaksi fotosintesis. Pada tanaman yang kekurangan N, maka pembentukan daun dan khlorofil daun berkurang. N merupakan unsur yang kurang mobil dalam tanaman. Pada daun tanaman yang sudah tua, tingkat fotosintesisnya terus meningkat karena kebutuhan K terus dapat terpenuhi secara teratur dengan bertambahnya waktu, sedang pada daun muda laju fotosintesis rendah karena mengalami kekurangan K. Kalium kurang mobil dalam tanaman sehingga kurang ditranslokasi dari jaringan tua ke jaringan muda. Sebaliknya pada hara yang bersifat mobil, hara akan ditranslokasi dari jaringan tua ke jaringan muda, sehingga kekurangan unsur yang bersifat mobil seperti P, N, Mg, dan sebagainya tidak akan menurunkan laju fotosintesis daun muda.

FOTOSINTESIS

Organisme hidup pada dasarnya dapat dikelompokkan berdasarkan sumber energi dan sumber karbonnya. Energi dan karbon merupakan hal yang paling mendasar bagi organisme untuk kelangsungan hidupnya. Berdasarkan sumber energinya organisme hidup dibedakan atas 2 (dua) kelompok yaitu : organisme fototropik dan organisme kemotropik. Organisme fototropik adalah organisme yang memanfaatkan energi cahaya untuk mensintesis kebutuhan organiknya; sedang organisme kemotropik adalah organisme yang memanfaatkan energi kimia untuk kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan sumber karbonnya dibedakan atas organisme autotropik dan organisme heterotropik. Organisme autotropik adalah organisme yang sumber karbonnya adalah karbondioksida (CO2). Sedang heterotropik adalah organisme yang sumber karbonnya dari senyawa organik. Dengan demikian organisme autotropik mampu memproduksi (mensintesis) keperluan organiknya dari anorganik sederhana dengan memanfaatkan energi cahaya, sehingga disebut fotoautotropik. Sedang organisme heterotropik memanfaatkan senyawa organik sebagai sumber energi kimia sehingga disebut kemoheterotropik. Organisme yang termasuk kelompok fotoautotropik adalah ganggang biru hijau, bakteri sulfat, dan semua tumbuhan hijau.. Kelompok kemoheterotropik adalah termasuk semua hewan, sebahagian besar bakteri, semua jamur dan beberapa tumbuhan parasit. Pembentukan senyawa organik pada organisme fotoautotropik terjadi melalui reduksi CO2 dengan atom hidrogen pada proses Fotosintesis. Semua bentuk kehidupan di atas permukaan bumi ini, baik langsung maupun tidak langsung bergantung pada proses fotosintesis. Hal ini disebabkan karena pada proses fotosintesis merupakan proses yang pertama mengubah zat anorganik menjadi senyawa organik dan proses pertama diubahnya energi matahari ke dalam bentuk energi kimia organik yang dapat dimanfaatkan oleh semua organisme lainnya. Pertanian pada dasarnya merupakan sistem pemanfaatan energi cahaya melalui proses fotosintesis. Produktivitas tanaman budidaya pada prinsipnya tergantung pada tingkat efisiensi sistem fotosintesis.
Penemuan-penemuan yang Mengungkapkan Fotosintesis
Proses fotosintesis diungkap oleh para peneliti-peneliti dari berbagai bangsa. Sejak tahun 1771 penelitian tentang fotosintesis telah dilakukan oleh para ilmuwan dari berbagai bidang yang telah berlangsung selama dua abad.
Para peneliti yang dianggap mulai membuka tair fotosintesis adlah: Joseph Priesley (1771), seorang ahli kimia dan pendeta dari Inggris yang membuktikan keluarnya O2 dari proses fotosintesis. Pada tahun 1779 dan 1796, seorang dokter dari Belanda yang bernama Jan Ingenhouse berturut-turut mengungkap peranan cahaya dan butir hijau daun serta pembentukan senyawa organik.
Tahun 1782, Jean Seneiber dari Genewa mengungkapkan peranan CO2 dan pada tahun 1804 oleh Nicholas Theodore de Daussure mengungkapkan peranan air dalam proses fotosintesis. Oleh Robert von Meyer (1845) mengungkapkan bahwa sebenarnya proses fotosintesa adalah suatu perubahan energi cahaya ke dalam energi kimia. Dengan demikian maka seluruh komponen dari reaksi umum fotosintesis telah terungkap.
Cahaya Matahari sebagai Sumber Energi Fotosintesis
Cahaya matahari merupakan sumber energi utama bagi semua organisme hidup. Radiasi matahari yang digunakan untuk berlangsungnya proses fotosintesis berasal dari radiasi cahaya tampak (visible light). Energi radiasi cahaya dapat dijelaskan dengan teori kuantum dan elektromagnetik. Dalam dalam teori kuantum dikatakan bahwa cahaya merambat dalam bentuk aliran partikel yang disebut foton. Energi yang terkandung dalam foton disebut kuantum dan dirumuskan dalam formulasi E=hv. Pada teori gelombang elektromagnetik v adalah frekwensi atau banyaknya gelombang perdetik diperlihatkan dalam formula v=c/l Bila kedua teori ini digabung maka :
E = hv
v = c/l sehingga
E = h.c/l
dimana :
E = energi foton (kuantum)
h = tetapan (konstanta) Planck (662 x 10 –27 erg/detik)
c = kecepatan cahaya (3 x 10 10 cm/detik)
l = panjang gelombang
v = frekwensi (banyaknya gelombang per detik)
Radiasi cahaya yang terserap oleh pigmen klorofil untuk fotosintesis hanya antara 380 nm s/d 760 mm. Di atas 760 mm, foton tidak mempunyai cukup energi untuk berlangsungnya fotosintesis dan dibawah 380 nm memiliki energi terlalu banyak yang dapat mengakibatkan terjadinya ionisasi dan kerusakan pigmen. Daerah aktif fotosintesis disebut daerah photosynthetical active radiation (PAR) yang umumnya terletak antara panjang gelombang 400 mm s/d 700 mm atau pada sinar ungu sampai merah.
Absorbsi cahaya oleh pigmen klorofil daun dapat dijelaskan dalam Hukum Start Einstein yang menyatakan bahwa setiap molekul hanya dapat menyerap satu foton. Setiap satu foton akan mengakibatkan tereksitasnya satu elektron, elektron dalam satu atom terletak dalam orbit-orbit yang tetap. Jika pigmen klorofil menyerap energi foton, maka molekul klorofil akan berada dalam keadaan tereksitasi dan energi eksitasi inilah yang digunakan dalam fotosintesis.
Klorofil dan pigmen lainnya tereksitasi hanya dalam waktu yang relatif singkat yaitu selama 10-9 detik atau lebih singkat dari itu. Energi eksitasi yang diinduksi akan hilang karena dibebaskan melalui tiga cara :
1. Energi hilang dalam bentuk panas pada waktu elektron kembali ke orbit dasarnya
2. Energi hilang dalam bentuk panas dan cahaya flouresen
3. Energi hilang karena digunakan untuk suatu reaksi kimia seperti fotosintesis.
Klorofil dan Penyerapan Energi serta Senyawa-senyawa Penting pada Fotosintesis
Proses fotosintesis berlangsung dalam plastid dari organisme sel yang disebut kloroplas. Di dalam kloroplas mengandung pigmen klorofil yang berwarna hijau sebagai pigmen utama penyerap cahaya dan karotenoid sebagai pigmen pelengkap. Tumbuhan tinggi mengandung dua macam klorofil yaitu klorofil a dan b, sedang karotenoid yang paling banyak terdapat dalam tumbuhan adalah b karoten dan lutein.
Daun kebanyakan spesies tanaman menyerap lebih dari 90% cahaya ungu, biru, orange, dan merah. Penyerapan cahaya untuk kisaran panjang gelombang tertentu disebut spektrum penyerapan.
Klorofil tidak efektif mengabsorbsi cahaya hijau sehingga lebih banyak direfleksikan (dipantulkan) dan ditransmisikan (diteruskan). Seperti halnya dengan klorofil, beberapa karotenoid mengirim energi eksitasinya ke pusat reaksi. Pigmen karotenoid (b karoten dan lutein) hanya mengabsorbsi cahaya biru dan ungu, sedang cahaya hijau, kuning, orange dan merah dipantulkan. Karotenoid bagi tanaman juga berperan untuk melindungi klorofil dari kerusakan akibat oksidasi pada intensitas cahaya tinggi. Apabila kita bandingkan pengaruh berbagai panjang gelombang terhadap laju fotosintesis, maka akan diperoleh spektrum Action pada kisaran panjang gelombang daerah cahaya tampak (visible light).
Di samping klorofil dan karotenoid, telah ditemukan beberapa senyawa penting yang ikut berperan pada fotosintesis, terutama dalam rantai transfer elektron dan pembentukan NADPH2 dan ATP. Diantara senyawa-senaywa penting dalam fotosintesis adalah : Sitokrom, Piridoksin, Platoquinon, dan Plastosianin. Sitokrom, adalah salah satu pigmen yang terdapat dalam kloroplas yang berwarna merah. Pada fotosintesis terdapat dua jenis sitokrom yang mempunyai peranan penting dalam transfer elektron pada fotosintesis yaitu Sistem F dan Sistem B6. Piridoksin, merupakan protein yang mengandung Fe dan berwarna kemerahan. Piridoksin berperan penting dalam transfer elektron pada fotosintesis dan fiksasi nitrogen. Piridoksin sangat mudah dioksidasi, sehingga mudah meneruskan elektron ke NADP yang menghasilkan NADPH2. Plastoquinon, merupakan senyawa yang berperan penting dalam reduksi fotosintesis. Plastoquinon tidak terikat oleh protein dalam kloroplas. Terdapat beberapa senyawa yang digolongkan plastoquinon diantaranya adalah ticophleryquinon dan nafthoquinon (Vitamin K). Plastosonanin, merupakan protein yang berwarna biru, mengandung dua atom tembaga yang ikut berperan dalam transfer elektron pada fotosintesis. Plastosianin dalam kloroplas jumlahnya lebih sedikt dibandingkan dengan sitokrom dan plastoquinon.
Karbondioksida dan Air pada Fotosintesis
Penelitian-penelitian tenatng fotosintesis sampai tahun 1930 belum mampu membuktikan bahwa oksigen yang ada pada molekul gula (C6H12O6) hasil reaksi umum fotosintesis berasal dari pecahan oksigen CO2 atau oksigen H2O.
Cahaya
6 CO2 + 6 H2O----------------------> C6H12O6 + 6 O2
klorofil
Hasil penelitian Van Niel (1931) membuktikan bahwa O2 yang ada pada molekul gula (C6H12O6) berasal dari reduksi CO2 dengan atom H dari air. Penelitian Van Niel dilakukan pada bakteri sulfat hijau yang melakukan fotosintesis dengan reaksi sebagai berikut :
Cahaya
CO2 + 2 H2S ----------------------> CH2O + H2O + 2 S
6 CO2 + 12H2S ----------------------> C6H12O6 + 6 H2O + 12 S
Hal ini analog dengan reaksi umum fotosintesis yang membuktikan bahwa air (H2O) dipecah dan CO2 direduksi oleh atom H dalam membentuk CH2O, pada bakteri sulfat biru C6H12O6 pada fotosintesis.
Penemuan Van Neil semakin meyakinkan setelah Ruben dan Kamen (1941) menggunakan H2O* (* = oksigen isotop).
6 CO2 +12 H2O* ----------------------> C6H12O6 + 6 H2O +6 O2
Hasil penelitian Van Neil lebih diperjelas setelah R. Hill (1937) membuktikan bahwa air (H2O) diuraikan oleh cahaya matahari sehingga O2 akan terlepas. Percobaan R. Hill ini dilakukan pada kloroplas yang diisolir. Air dalam kloroplas diuraikan oleh energi cahaya matahari sehingga O2 dapat terlepas. Lepasnya O2 distimulir oleh adanya penerima (akseptor H). Sebagai akseptor H di dalam tanaman adalah NAD atau NADP, sedang dalam laboratorium dapat digunakan sianida besi, khromat, quinon, dan indafenol.
Cahaya
6 H2O + 2 A ----------------------> 2 AH2 + 6 O2
kloroplas
Reaksi ini selanjutnya dikenal dengan nama Fotolisa air.
Cahaya matahari merupakan sumber energi untuk berlangsungnya fotosintesis. Peningkatan intensitas cahaya yang akan diterima oleh tanaman akan meningkatkan hasil fotosintesis, ettapi bila intensitas terus ditingkatkan, maka pembentukan gula (hasil fotosintesis) berhenti. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa pemberian intensitas cahaya sebanyak a akan memberikan fotosintesis Z dan intensitas cahaya b menghasilkan fotosintesis Y. Pada pemberian intensitas b yang terputus-putus menghasilkan fotosintesis Z. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa fotosintesis pada dasarnya terdiri dari dua fase, dimana fase I dibutuhkan cahaya, yang selanjutnya disebut fase terang (reaksi cahaya) dan fase II tidak dibutuhkan cahaya, tetapo yang dibutuhkan adalah energi yang selanjutnya disebut Fase Gelap.
Fase Terang Fotosintesis
Pada fase terang fotosintesis merupakan fase reaksi kimia fotosintesis yang membutuhkan cahaya sehingga fase terang disebut juga fase reaksi fotokimia. Pada fase ini terjadi reaksi fotolisa air dan penyerapan energi cahaya matahari oleh klorofil daun. Penyerapan energi cahaya terdiri dari dua bagian yang saling berhubungan. Bagian pertama disebut Fotosistem I (PS I) yang menyangkut penyerapan energi cahaya matahari pada panjang gelombang sekitar 700 nm. Fotosistem I sebahagian besar tersusun dari klorofil a dan sedikit klorofil b dan b karoten. Satu dari khlorofil a pada fotosistem I menjadi spesial karena lingkungan kimianya dapat menyerap cahaya dengan panjang gelombang + 700 nm sehingga dusebut P 700. P 700 ini merupakan pusat reaksi dari PS I dan semua pigmen lainnya. Pada PS I akan mengirim energi eksitasinya ke P 700. Pada PS I juga dijumpai paling sedikit 2 molekul protein yang mengandung Fe dan setiap 4 atom Fe pada molekul protein ini mengikat 2 atom belerang sehingga disebut protein Fe-S. Fe-S merupakan penerima elektron utama pada PS I.
Bagian kedua, menyangkut penyerapan energi matahari pada panjang gelombang sekitar 680 nm disebut Fotosistem II (PS II). PS II mengandung klorofil a dan b karoten serta sedikit klorofil b. Penerima elektron utama pada PS II ini adalah sebuah klorofil a yang tidka berwarna dan tidak mengandung Mg yang disebut Feofitin (FeO). PS II juga mengandung quinon (Q) yang berasosiasi dengan FeO, P 680 dan protein yang terikat pada P 680. Di samping itu PS II juga mengandung salah satu atau lebih protein yang mengandung mangan dan disebut protein Mn. Setiap dua ion Mn pada protein PS II dijembatani antara lain satu ion Cl-.
Tiap tanaman mempunyai perbandingan PS I dan PS II yang berbeda tergantung pada spesies dan kondisi pertumbuhan. Pada tanaman golongan C4 memiliki PS II dan grana yang lebih sedikit dibanding dengan PS I dan sebaliknya pada golongan tanaman C3. PS I dan PS II pertama kali diungkapkan oleh Emerson pada tahun 1950-an yang dikenal dengan Efek Penambahan Emerson.
Pengangkutan Elektron dan Fosforilasi
Fotosistem I dan PS II merupakan komponen penyalur energi dalam rantai pengangkutan elektron fotosintesis secara kontinyu dari molekul air sebagai donor elektron ke NADP. Pengangkutan elektron dalam fotosintesa dimulai dari (H2O) ke fotosistem II. Elektron dari fotosistem II dipindahkan ke fotsoistem I yang dirangkaikan dengan pembentukan ATP. Pada bagian terakhir, elektron dipindahkan dari fotosistem I ke NADP yang menghasilkan ATP.
Apabila foton diserap oleh molekul pigmen pada kompleks PS II, maka energi akan ditransfer ke P 680 dengan cara reduksi induktif. Hal ini akan mengakibatkan P 680 tereksitasi dan segera melepaskan elektronnya dan ditangkap oleh mol FeO P 680 yang kehilangan elektronnya menjadi bermuatan + (P 680+) sehingga akan menarik elektron dari protein Mn disekitarnya. Apabila protein Mn telah teroksidasi, akan menyerap elektron dari molekul H2O yang teroksidasi sehingga molekul air akan terurai menjadi ½ O2 dan 2 H+. Satu elektron yang dilepaskan akibat penguraian air digunakan untuk mereduksi NADP menjadi NADPH. Pengangkutan elektron dari molekul air ke NADP pada fotosistem II disebut lintasan pengangkutan elektron Non Siklik (reaksi non siklik).
Elektron yang tereksitasi pada PS II dialirkan ke PS I melalui molekul penerima elektron berturut-turut ke sit b3 yang berasosiasi dengan FeO dan Quinon (Q) ke plastoquinon (PQ), Fe-S, sitokrom f Plastosianin (PS) sampai pada mol P 700 pengangkutan elektron dari mol P 700 ke Fe-S dirangkaikan dengan pembentukan ATP dari ADP dengan Pi. Penyerapan foton oleh PS I dengan panjang gelombang > 680 nm mengakibatkan elektron tereksitasi dari P 700 ke Feredoksin – sulfat (Fe-S). Selanjutnya elektron dialirkan ke sit b6, dan diteruskan ke PS, Fe-S, Cyt f, PC dan kembali ke P 700. Pengangkutan elektron pada PS I ini disebut pengangkutan elektron siklik (reaksi siklik). Model pengangkutan elektron pada PS I dan PSII, model ini sering disebut model Z.
Penerimaan energi matahari dan pengangkutan elektron pada PS I dan II dari fase terang fotosintesa secara keseluruhan diperoleh persamaan reaksi :
Cahaya matahari
H2O + NADP+ + Pi + ADP -------------------> ½ O2 + NADPH + H+ + ATP
PS I & PS II
Fase Gelap Fotosintesis
Pada fse terang fotosinetsis (reaksi fotofosforilasi) menghasilkan NADPH2 pada fotosistem I (reaksi Non Siklik) dan ATP pada fotosistem II (reaksi fereoksida ke sitokrom b6 dan dari sitokrom b1 ke fase terang fotosintesis digunakan untuk mereduksi CO2. Pada fase ini tidak dibutuhkan cahaya tetapi reaksi yang etrjadi adalah reaksi kimia murni sehingga disebut Fase Gelap Fotosintesis.
Tanaman dalam mereduksi CO2 dari udara pada dasarnya dibedakan atas 3 kelompok yaitu :
1. Kelompok tanaman yang mengikuti Daur Calvin (siklus Calvin; tanaman C3)
2. Kelompok tanaman yang mengikuti Daun Hatch-Slack (tanaman C4)
3. Kelompok tanaman yang mengikuti daur Metabolisme Asam Crassulaceae (CAM).
Daur Calvin (C3)
Antara tahun 1946-1953, Malvin Calvin bersama-sama peneliti lain dari Universitas California mengidentifikasi produk awal dari reduksi CO2. Calvin dan kawan-kawan menggunakan teknik kromatografi dan karbondioksida bermuatan radioaktif (14CO2) mendapatkan produk awal reduksi CO2 (fiksasi CO2) pada ganggan Chlorella sp adalah asam-3-fosfogliserat yang sering disingkat dengan PGA. Oleh karena senyawa yang pertama dihasilkan adalah senyawa berkarbon tiga (PGA=APG), maka daur reaksinya disebut daur C3 dan tumbuhan yang mengikuti daur ini disebut tumbuhan C3 (Tanaman C3).
Tahap pertama dari reaksi Calvin , 6 molekul CO2 bereaksi dengan 6 molekul ribulosa 1-5 bifosfat (RuBP) dengan bantuan enzim ribulosa bifosfat karboksilase (Rubisko) menghasilkan 6 molekul senyawa 6C yang tidak stabil (2-karboksilase-3-ketoorbitol 1,5 bifosfat). Penambahan air (H2O) mengakibatkan senyawa 6C ini akan terurai menjadi 12 molekul senyawa 3C dalam bentun Asam-3-fosfogliserat (APG=PGA).
PGA yang terbentuk oleh ATP dan NADPH2 dengan bantuan enzim triosa fosfat dehidrogenase diubah menjadu asam-3-fosfogliserat (PGAL). Sebahagian dari PGAL yang terbentuk oleh enzim triosa fosfat isomerase diubah menjadi dihidroksi aseton fosfat. PGA dan PGAL secara bersama-sama mengalami kondensasi dengan bantuan enzim aldolase akan menghasilkan fruktosa 1,6 fosfat yang selanjutnya oleh enzim fosfatase melepaskan 1 fosfat organiknya (Pi) sehingga terbentuk fruktosa- 6-fosfat. Fruktosa-6-fosfat dengan PGAL, oleh enzim transketolase diubah menjadi eritrosa-4-fosfat dan xilulosa-5-fosfat. Eritrosa-4-fosfat dengan dihidroksi aseton fosfat, oelh enzim aldolase membentuk sedoheptulosa-7-fosfat yang selanjutnya dengan PGAL oleh enzim transketolase diubah menjadi ribosa-5-fosfat dan xilulosa-5-fosfat dengan bantuan enzim epimerase diubah menjadi ribosa-5-fosfat. Ribosa-5-fosfat oleh enzim epimerase dan ATP diubah menjadi ribulosa 1,5 bifosfat (RuBP) dan ADP. RuBP yang terbentuk selanjutnya siap untuk memfiksasi CO2 dari udara. Ringkasan secara umum dari Siklus Calvin pada tanman C3 adalah :
6CO2 +18ATP+12 NADPH2 ---------------------> Glukosa + NADP + 17 Pi +12 NADP
Daur Hatch dan Slack (C4)
Pada tahun 1966 M.D. Hatch dan C.R. Slack membuktikan secara detail jalur fiksasi CO2 pada tanaman spesies graminae. Pada tanaman-tanaman seperti jagung, tebu, sorgum, dan beberapa rumput tropika, CO2 menghasilkan asam oksaloasetat, malat, dan aspartat pada tahap awal reaksinya. Kelompok tanaman ini disebut tanaman C4 karena produk awal dari fiksasi CO2 adalah asam-asam yang berkarbon 4.
Pada tahap awal reaksi golongan tanaman C4, CO2 ditangkap oleh fosfoenolpiruvat (PEP) dengan bantuan enzim fosfoenolpiruvat karbioksilase menghasilkan asam-asam oksaloasetat dan piruvat. CO2 yang masuk ke dalam mesofil daun terlebih dahulu bereaksi dengan H2O membentuk asam karbonat (HCO3) dengan bantuan enzim karbonik anhidrase. Selanjutnya direaksikan dengan PEP menghasilkan asam oksaloasetat (1).
Tahap selanjutnya asam oksaloasetat yang terbentuk mengalami reduksi oleh NADPH dengan enzim malat dehidrogenase menghasilkan asam malat (2). Pada beberapa tanaman C4 asam oksaloasetat dalam mesofil daun akan bereaksi dengan asam amino (umumnya alanin) dan menghasilkan asam apartat dan asam piruvat (3). Berbeda dengan tanaman C3, tanaman C4 memiliki seludang berkas pembuluh di samping sel mesofil.
Pada sel mesofil terdapat enzim PEP karboksiale sedang dalam sel seludang berkas pembuluh (bundle sheath cell) mengandung enzim RuBP karboksilase (Rubisko).
Asam malat dan aspartat melalui palsmodesmata sel ditransformasi ke seludang berkas pembuluh. Selanjutnya asam malat mengalami dehidrogenase sehingga akan membentuk asam piruvat dengan melepaskan CO2 (4). CO2 yang terlepas dari dehidrogenase malat akan ditangkap oleh RuBP dengan bantuan Rubisko akan mengalami daur Calvin seperti pada tanaman C3.
Pada spesies tanaman yang banyak membentuk asam aspartat, setelah ditransaminasi menghasilkan asam oksaloasetat. Asam oksaloasetat direduksi oleh NADPH menghasilkan malat. Di dalam seludang berkas pembuluh, asam piruvat dapat mengalami proses transaminasi menghasilkan alanin yang selanjutnya kembali ditransformasi ke sel mesofil. Dalam sel mesofil alanin kembali mengalami reaksi transaminasi sehingga terbentuk asam aspartat. Asam aspartat dengan bantuan ATP dan asam fosfat (H2PO4) serta enzim piruvat fosfat kinase diubah menjadi PEP untuk selanjutnya memfiksasi CO2 dari udara. Pada golongan tanaman C4 tiap molekul CO2 yang difiksasi diperlukan 2 ATP selain tiga ATP yang digunakan dalam daur Calvin. Dua ATP ini diperlukan untuk Pada golongan tanaman C4 tiap molekul CO2 yang difiksasi diperlukan 2 ATP selain tiga ATP yang digunakan dalam daur Calvin. Dua ATP ini diperlukan untuk mengubah asam piruvat menjadi PEP dan AMP menjadi ADP. Dengan demikian maka ringkasan reaksinya secara keseluruhan adalah:
6 CO2 + 30 ATP + 12 NADPH + 12 H+ + 24 H2O ------> Glukosa + 30 ADP + 30 Pi + 12 NADPH+
Metabolisme Asam Crassulaceae (CAM)
Sejumlah tanaman yang bersifat sukulen dari famili Crassulaceae mempunyai daun yang tebal dengan laju transpirasi yang rendah. Kelompok tanaman ini umumnya tidak memiliki lapisan sel palisade yang teratur, sel-sel daun ranting merupakan sel mesofil, empunyai vakuola yang relatif besar. Pada malam hari, umumnya stomata tanaman CAM membuka dan pada siang hari stomata tertutup.
Pada malam hari (waktu gelap) pati pada mesofil daun diuraikan melalui proses glikolisis (respirasi) hingga terbentuk PEP. CO2 yang masuk ke dalam daun setelah bereaksi dengan air seperti tanaman golongan C4 difiksasi oleh PEP dan diubah menjadi malat. Asam malat yang terbentuk sebahagian besar ditransformasikan ke dalam vakuola sel dan disimpan samapi siang hari.
Pada siang hari asam malat berdifusi secara pasif ke luar dari vakuola dan mengalami dekarboksilasi melalui salah satu dari tiga cara yang mungkin terjadi seperti diperlihatkan pada Gambar 39. CO2 yang terlepas dari asam malat kemudian difiksasi oleh RuBP dan terus mengalami daur seperti pada tanaman C3. Dengan demikian maka pada dasarnya tanaman CAM melakukan fiksasi CO2 mengikuti Daur Calvin (C3) dan Daur Hatch dan Slack (C4). Pada siang hari terjadi Daur Calvin dengan memanfaatkan CO2 dari dehidrogenase malat, dan malam hari terjadi Daur Hatch dan Slack (C4) dengan memanfaatkan CO2 yang berdifusi ke dalam sel mesofil pada malam hari.